Melalui kontrak yang telah ditandatanganinya, Kabunin bergabung dengan pemberontak pro-Rusia dalam pertempuran di wilayah timur Ukraina. Saat pertempuran di Ukraina timur mereda, Kabunin pergi ke Suriah untuk mengabdi sebagai tim medis di bawah komando Rusia. Namun sayang, di negara itulah Kabunin meregang nyawa.
Dia terbunuh di Suriah pada 2018 dan jasadnya berhasil di kirim ke rumah. Ironis, pemerintah Rusia tak sudi mengakui Kabunin pernah berada di Suriah sehingga jasadnya dikebumikan tanpa upacara penghormatan militer dan tidak ada tanda dimakamnya yang memperlihatkan dia gugur dalam pertempuran.
Dikutip dari Reuters pada Jumat, 6 April 2018, Kabunin, 38 tahun, adalah satu dari ratusan anggota militer kontrak yang diam-diam direkrut oleh Moskow untuk beroperasi di Suriah sejak Rusia menjalankan operasi militer di negara itu pada 2015. Sumber Reuters mengatakan setidaknya 28 anggota militer kontrak tewas sepanjang 2018 ini di Suriah dan fakta di lapangan diyakini lebih besar dari angka ini.
Seorang anggota keluarga dari pasukan militer kontrak mengatakan mereka yang dikontrak untuk berjuang di Suriah mendapat bayaran US$.6.500 per bulan. Bayaran itu 12 kali lipat lebih besar dari gaji bulanan rata-rata Rusia.
“Ketika Anda berhenti bekerja dari badan-badan penegak hukum, maka Anda hanya punya satu pilihan, yakni menjadi seorang tentara bayaran,” kata Vasily Karkan, teman satu kelas Karbunin.
Dalam sebuah kunjungan ke Suriah pada Desember lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan misi operasi militer Rusia di Suriah tercapai dan pihaknya memberikan penghargaan kepada para pejuang, yang gugur disana. Namun Putin tidak menyinggung sama sekali para tentara bayaran yang gugur di Suriah.
Pemerintah Rusia tidak memiliki kewajiban untuk mengungkap kematian pasukan non-reguler yang bertempur di bawah komando Rusia dan kerugian militer Rusia di Suriah karena dianggap rahasia negara.
0 komentar:
Post a Comment