Foto: Suasa pusat kota Idlib pada pertengahan Juli 2017 [sumber: Reuters]
Idlib – Rentetan pembunuhan misterius sejak Kamis (26/04/2018)
melanda provinsi Idlib, yang mayoritas dikontrol oleh oposisi Suriah.
Mayoritas korban para komandan militer pejuang dan sebagian kecil sipil.
Sampai hari ini, masih belum diketahui identitas pelaku atau kelompok
yang berada di balik pembunuhan misterius ini.
Rentetan pembunuhan itu terjadi beberapa jam setelah Hai’ah Tahrir
Al-Syam (HTS) dan Jabhah Tahrir Suriah (JTS) mengumumkan menandatangani
gencatan senjata permanen setelah dua bulan terlibat perselisihan yang
hanya merugikan perjuangan rakyat Suriah melawan rezim Assad.
Berdasarkan data yang dikumpulkan aktivis, sedikitnya terjadi 20 kali
pembunuhan atau upaya pembunuhan selama 48 jam terhitung sejak jam-jam
pertama insiden itu terjadi. Korban pertama komandan HTS, Abu Al-Ward
Kafr Bathikh di Marrat Numan. Korban kedua adalah Abu Salim Bansh, yang
menjabat komandan di faksi Jaisyul Ahrar. Mereka tewas ditembak orang
tak dikenal di kota Bansh, di hari yang sama.
Insiden di hari pertama itu disusul dengan serangkaian aksi
pembunuhan serupa. Korban lainnya, kepala kantor “Polisi Bebas”di kota
Ad-Dana, Ahmad Al-Jaru, tewas akibat ledakan bom yang diletakkan di
mobilnya di Idlib utara pada Jumat malam, 27 April 2018. Ahmad Al-Jaru
merupakan mantan tentara Suriah yang membelot dan saat ini berafiliasi
pada Free Syrian Army (FSA).
Termasuk korban aksi pengecut itu, seorang komandan faksi Jaisyul
Izzah, Khalid Makraty, dan dua anggota faksi yang termasuk bagian dari
FSA itu. Ketiganya tewas ditembak orang tak dikenal di Kota Khan
Syeikhun, Idlib selatan.
Perlu diketahui, para korban bukan hanya dari dua faksi yang
sebelumnya bertikai. Aktivis, tokoh dan relawan turut menjadi sasaran.
Saling Tuding
Dinas Keamanan HTS mengumumkan berhasil mengungkap sel pelaku
pembunuhan misterius di pedesaan Idlib. Namun HTS tidak mengungkap
identitas kelompok pengacau itu. Akan tetapi, kantor berita HTS, Iba’,
melansir dari pejabat Dinas Keamanan HTS, Ubaidah Al-Syami, mengatakan
bahwa pertempuran dengan sel-sel pembunuh misterius masih berlansung,
sebagian di antara anggota sel itu diduga anggota Ahrar Al-Syam. Ahrar
saat ini melebur di bawah nama JTS.
Dari pihak JTS juga mengeluarkan tudingan yang mengarah kepada HTS.
Hal itu pun mendorong salah satu tim mediator perdamaian JTS dan HTS,
Umar Hudzaifah, angkat bicara. Ia mengatakan, “nampaknya, perdamaian dan
rekonsiliasi antara ikhwan sangat menarik perhatian para penghasut.
Harus ada pembunuhan dan eksekusi yang mereka atur dari waktu ke waktu.”
Dia kemudian menyeru kepada semua pihak melalui akun Channel
Telegramnya untuk tidak terburu-buru menuduh dan menuding kecuali
setelah mengonfirmasi dan klarifikasi.
Pada bagiannya, berbagai lembaga yang mengatur pemerintahan Idlib
saling berlomba mengendalikan keamanan di provinsi itu. Pemerintah
Penyelamat, lembaga pemerintahan paling besar yang mengatur Idlib,
mengatakan bahwa pihaknya saat ini telah menggencarkan patrol polisi
setiap hari dengan bekerja sama komite lingkungan.
Ghalib Al-Roumi, salah satu penanggung jawab pos pemeriksaan HTS di
Idlib, mengatakan bahwa pembunuhan misterius yang terjadi targetnya
adalah keamanan revolusi, ini tahap pertama. Sementara tujuan utamanya
ingin menciptakan perselishan antarfaksi, khususnya setelah terjadi
rekonsiliasi.
Dia mengugkapkan, insiden ini terjadi sangat cepat dan tiba-tiba. In
melihatkan pelaku satu kelompok yang mengomando banyak sel-selnya di
Idlib. Dia menuduh rezim Assad dan intelijennya di balik rentetan
pembunuhan ini. Dia beralasan, karena target-targetnya seluruh komponen
revolusi, mulai dari pejuang bersenjata, aktivis hingga relawan White
Helmets.
Mengingat kekacauan keamanan yang terjadi di Idlib tahun lalu,
aktivis dan militer memperingatkan pengenaan penutup muka di dalam
wilayah Idlib, terutama di pos-pos pemeriksaan keamanan yang dikelola
faksi-faksi di Idlib.
Enam Poin Kesepakatan Gencatan Senjata
Dua pihak yang saling serang selama lebih dari dua bulan di Idlib dan
pedesaan Aleppo barat menyepakati enam poin kesepakatan pada 24 April
2018. Poin utamanya, menghentikan pertempuran permanen dan menyeluruh.
Poin lainnya, menghentikan saling tangkap dan membuka jalan-jalan
serta check poin untuk memudahkan pengungsi pulang ke rumah
masing-masing.
Kesepakatan itu juga mengharuskan masing-masing pihak menghakhiri
seluruh hasutan di media sosial, baik media resmi ataupun non resmi.
Seluruh tahanan yang dihasilkan dalam pertikain ini harus dilepas. Tak
kalah pentingnya, kedua pihak sepakat membentuk komite khusus dan komite
mediasi.
Perjanjian tersebut termasuk berbicara tentang dimulainya konsultasi
yang luas dan berkelanjutan untuk mencapai solusi yang komprehensif pada
tingkat berikut: militer, politik, administrasi dan peradilan.
Sumber: enabbaladi.net
Redaktur: Sulhi El-Izzi - Kiblat
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment