Isu kemanan data pengguna tak henti-hentinya menghantam Facebook. Skandal Cambridge Analyitica yang berhasil membobol tak kurang dari 87 juta data pengguna, seolah hanya menjadi pembuka untuk penyelidikan kasus lain soal pencurian data di platform tersebut.
Selain melalui aplikasi ketiga seperti kuis #thisisyourdigitallife buatan Aleksandr Kogan, data pengguna Facebook dilaporkan dicuri melalui pelacak Javascript pihak ketiga yang ikut menempel di fitur "Login With Facebook" (masuk dengan Facebook).
Tombol ini sering dijumpai setiap kali pengguna mengunjungi situs web yang mengharuskan mereka untuk mendaftar. Untuk mempercepat langkah pendaftaran, mereka bisa Login menggunakan akun Facebook.
Pelacak yang tertanam di tombol itu menambang informasi data pengguna, seperti alamat e-mail, usia, gender, lokasi, dan foto profil, tergantung informasi apa yang disediakan oleh para pengguna Facebook.
Ketika pengguna mengklik "Login/Sign-up with Facebook", artinya, mereka mengijznkan situs web yang mereka kunjungi untuk mengakses data profil Facebook mereka.
Tepat setelah pengguna mengizinkan situs web tersebut mengakses profil Facebooknya, Javascript pihak ketiga akan menempel di laman, yang diproyeksikan sebagai tracker.com pada ilutrasi di bawah ini.
© Disediakan oleh PT. Kompas Cyber Media
Ilustrasi transfer data pengguna Facebook ke JavascriptTechCrunch/Freedom to Tinker
Pelacak tersebut juga bisa mengambil kembali data pengguna seolah-olah mereka adalah pihak pertama (Facebook).
Belum diketahui akan digunakan untuk tujuan apa data-data tersebut. Namun, jika melihat induk perusahaan pelacak yang tercantum pada gambar di atas, seperti Tealium, AudienceStream, Lytics, dan ProPS, mereka adalah perusahaan pengepul data yang menjual layanan monetisasi berdasarkan data pengguna yang dikumpulkan.
Dilansir KompasTekno dari TechCrunch, Jumat (20/4/2018), ada sekitar 434 dari 1 juta situs web teratas yang tertempel skrip pelacak, yang digunakan untuk mengais data pengguna.
Di antara situs web tersebut adalah Fiverr.com dan provider database MongoDB.
Ada juga situs web BandsInTown, yang menampilkan layanan iklan yang disebut "Amplified".
Ketika pengguna mengunjungi situs BandsInTown yang juga menampilkan Amplified, skrip pengoleksi data juga menempel ke laman situs secara tak kasat mata melalui iframe (bingkai berupa chatbox atau video yang menampilkan laman web lain).
iFrame tersebut terkoneksi dengan aplikasi Facebook, menggunakan token otentikasi, dan kemudian mulai mengambil data pengguna. BandsInTown pun mengklaim telah memperbaiki celah di situsnya tersebut.
Mereka mengaku tidak memberikan data ilegal ke pihak ketiga.
"Dan setelah menerima e-mail dari peneliti tentang potensi kerentanan di dalam skrip yang berjalan di platform kami, kami segera mengambil langkah tepat untuk menyelesaikannya", jelas perwakilan BandsInTown.
Sementara situs lain yang terdampak seperti MongoDB, mengabarkan pada TechCrunch jika mereka merasa kecolongan dengan skrip pelacak yang digunakan pihak ketiga untuk mengumpulkan data pengguna Facebook.
"Kami telah mengidentifikasi sumber skrip tersebut dan melumpuhkannya", terang MongoDB.
Beberapa situs web lain yang disebut oleh peneliti tertempel skrip pengais data pengguna, mengaku tidak menyematkan pelacak yang dimaksud, sehingga mereka segera memperbaiki kemanan situs web mereka.
"Ketika pengguna mempercayai situs web untuk mengakses profil media sosial mereka, mereka tak hanya menaruh kepercayaan tersebut ke situs web itu, namun juga pihak (pelacak) yang menempel di situs tersebut", jelas Steven Englehardt, peneliti yang mengungkapkan masalah ini.
Facebook bisa saja mengidentifikasi pelacak tersebut dan mencegah eksploitasi data penggunyanya, dengan mengaudit Application Programming Interface (API), seperti yang telah dilakukan saat ini.
Beberapa hari lalu, API Facebook mulai membantu penggunanya untuk mengetahui apakan akunnya terdampak skandal Cambridge Analytica atau tidak.
Penulis: Wahyunanda Kusuma Pertiwi
Editor: Reska K. Nistanto
Sumber: Tech Crunch
Copyright Kompas.com
0 komentar:
Post a Comment